Selasa, 17 Februari 2009

Sisi Lain Jepang : Sampah

Hari ini, menjelang siang,
senseiku merapikan beberapa kertas yang tidak dipakai, dibantu
seorang mahasiswa Yonensei. Sebenarnya sejak beberapa hari yang lalu,
dengan dibantu asistennya, beliau merapikan file-filenya yang tidak
terpakai lagi. Sehabiss sholat di gedung tetangga, memasuki ruangan
mahasiswa, aku heran, hampir seluruh mahasiswa sensei yang datang
hari itu berkumpul di meja besar, tempat biasanya mahasiswa
konsultasi dengan sensei. Tidak biasanya, lab rame. Biasanya, rame
oleh suara tuts-tuts keyboard yang ditekan oleh masing-masing
pemiliknya.

Beberapa menit kemudian,
asisten senseiku memanggil beberapa orang. Dan semuanya bergerak,
seperti dikomando. Aku yang tidak mengerti apa-apa, heran aja, kok
pada keluar semua. Kulangkahkan juga kaki menuju luar. Bertemu dengan
senseiku di dedan pintu, akupun bertanya. Dan beliaupun menjelaskan,
kalau mereka akan membuang sampah. Hmm, walaupun aku tidak diajak,
akhirnya akupun menuruti langkah-langkah mereka menuju ke tempat
sampah.

Tahukah
kalian apa yang dibuang? Keyboard yang tidak terpakai, hardisk yang
sudah rusak, PC komputer yang sudah tua dan tidak terpakai, beberapa
jilid buku, beberapa potong kardus, dan berlembar-lembar kertas yang
tidak digunakan lagi. Menuju ke tempat sampah di belakang gedung,
beberapa mahasiswa juga membawa barang-barang elektronik lama. Ada
televisi besar, kulkas ukuran kecil, printer yang gede, dan masih
banyak lagi. Mungkin mau di daur ulang kali yah

Di Jepang, barang-barang
yang akan dibuang dipisah dulu berdasarkan kategori yang telah
ditentukan dan mesti dibuang pada hari yang telah ditentukan. Di
Inage, misalnya, tempat asramaku berada. Barang-barang yang bisa di
daur ulang, misalnya botol, dibuang pada hari kamis, sekali seminggu.
Hari pembuangan sampah-sampah yang mengandung racun dan benda-benda
yang mudah terbakar, misalnya perabotan rumah tangga dan
barang-barang elektronik ukuran kecil adalah hari Sabtu, pada minggu
kedua dan keempat. Sampah-samapah yang mudah terbakar, misalnya
sampah dari sisa-sisa dapur, dibuang tiga kali seminggu yaitu pada
hari Senin, Rabu, dan Jumat. Untuk perabotan-perabotan yang ukurannya
besar, pembuangannya mesti berkoordinasi dengan kantor yang berwenag,
di Jepang disebut the Sanitation Office dan hanya bisa dibuang
sebulan sekali.

Repot yah kelihatannya?
Menurutku, iya Untunglah, karena masih tinggal di asrama kampus yang katanya
bertaraf international, di lingkungan asrama disediakan tempat khusus
untuk meletakkan sampah. Jadi, kadang setiap hari bisa membuang
sampah jenis apapun. Ukurannya cukup gede, sekitar 5 meter x 3 meter,
dan dibuat bangunan permanen. Semua jenis sampah ada di tempat itu.
Setiap pagi, aku melihat seorang kakek dan seorang nenek yang memilah
-milah sampah yang mesti dibuang hari itu. Dan kalau aku berangkat ke
kampus sekitar pukul setengah 10, mesti ucapan ohayou gozaimasu
menyapaku yang akan mengayuh sepeda menuju kampus.

Tapi, sebenarnya, ada sisi
menarik lainnya dengan adanya hari pembuangan sampah. Ini menurutku.
Tidak ada tempat sampah khusus di Jepang. Kadang sampah hanya
diletakkan di sisi jalan, lalu ditutupi dengan penutup. Tapi, jangan
bayangkan akan ada sisa-sisa yang berserakan yah. Setelah sampah
diangkut, semuanya akan kembali bersih. Yang menarik adalah
memperhatikan setiap hari bergantinya jenis-jenis sampah yang
diletakkan di sisi jalan menuju kekampusku. Kadang setumpuk buku,
kadang sampah rumah tangga, ada juga televisi, micro wave aku juga
pernah melihat, atau botol-botol minuman dan baju-baju yang menurutku
masih sangat layak pakai. Biasanya malam hari menjelang pulang ke
arama, sampah-sampah itu akan memenuhi sisi jalan. Dan pagi harinya,
ketika menuju ke kampus lagi, sampah-sampah itu sudah tidak ada lagi.

Nah, kadang beberapa
sampah itu, terutama barang elektronik, masih bisa digunakan. Temanku
ada yang mendapatkan CD/DVD Player dari tempat sampah. Ada juga yang
pernah mendapatkan pemanas air atau rice cooker di tempat sampah.
Atau televisi. Juga karpet. Di awal-awal musim dingin, beberapa
teman-teman bahkan mendapatkan jaket tebal dan sweater hangat dari
tempat sampah. Kadang barang-barang itu diletakkan di tempat yang
sengaja bisa dilihat, mungkin dengan maksud supaya dipungut. Atau
kadang dengan alasan ingin ganti model, maka barang-barang lama di
buang, padahal barang-barang tersebut belum rusak. Oh yah,
rumah-rumah di Jepang ukurannya sangat kecil, jadi menyimpan
barang-barang yang tidak dipakai bukanlah sebuah kebijakan hampir
seluruh penghuni rumah di Jepang. Aku sendiri pernah mendapatkan jam
yang terbuat dari kayu dan masih bagus. Juga sebuah jaket hangat

Mendapatkan barang-barang
tersebut kadang jadi anugerah. Tidak perlu membeli barang-barang yang
dibutuhkan dan kadang harganya melangit. Wong, nanti ketika pulang ke
tanah air, barang-barang tersebut tidak akan dibuang juga ke tempat
sampah. Atau diwariskan ke teman-teman lain yang masih tinggal di
Jepang, jika masih layak pakai.

@Kampus, Nishi-Chiba, Februari 2009
(catatan salah seorang milist pembacaanadia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar